Subscribe:

Kamis, 07 Juni 2012

COLOUR ( STORY 01 )

Diterangi lampu taman, di bawah pohon pinus, dan di atas bangku


“Hei, Jean, ayo pulang!” Teriak bocah pirang berpakaian kumal sambil melangkah pelan meninggalkan seorang gadis yang sedang termangu melihat matahari terbenam.

“Karel, tunggu!” Gadis itu berlari menyusul,”lihat dulu mataharinya!”

Bocah pirang itu berhenti, lalu menengok kebelakang,”ayolah, telingaku sedang tidak mau mendengar ocehannya, Jean.”
Gadis itu mengangguk sambil cemberut.

***

Karel dan Jean. Dua bocah yang sejak umur empat tahun menjadi pengemis di daerah perkotaan Child Root. Kota yang sangat sibuk dengan jutaan pejalan kaki setiap harinya, entah penduduk asli atau hanya pendatang. Meskipun adalah kota yang sibuk, Child Root bukanlah kota yang berpolusi, justru kota ini sangat bersih dan sangat nyaman untuk dijadikan tempat tinggal.

Senin, 09 Januari 2012

Hensemless, why not?

Gue ganteng? Mungkin suatu pernyataan gila yang mungkin juga dinyatakan orang-orang gila di sekeliling gue. Lebih tepatnya orang gila buta kali ya, karena dilihat dari segi manapun gue bukanlah tipe cowok yang ganteng. Tapi beruntunglah gue adalah satu-satunya anak lelaki dirumah, jadi secara otomatis ( baca : terpaksa ) gue adalah anak paling ganteng diantara adek-adek gue yang lain. Dan setidaknya gue cukup menikmati hari-hari di rumah. Ibu gue-lah yang paling sering mengakui kegantengan gue, ( ya, pengecualian untuk ibu gue. Dia-lah satu-satunya orang paling waras dan superbaikhati di antara orang-orang yang menyebut gue ganteng). Meskipun gue gak tahu alasan ibu menganggap gue seperti itu. Setiap kali ibu bilang,”udah pede aja, kamu itu ganteng”, gue cuma bisa bengong dan berbicara dalam hati, “ibu habis bangun tidur ya?” atau, “kelihatannya lagi gak mati lampu deh, tapi kok?”

Dan sebagai cowok yang berpredikat ‘hensemless’ sudah sewajarnya jika gue membenci cowok-cowok boyband. Kenapa? Mungkin aja sebagian cewek akan menjawab begini ( dengan cara bicara anak gahoel ),”Yaiyalah, cowok-cowok boyband kan ganteng gelaak, nah elo?” Tapi, akan berbeda jika kita, kaum cowok cupu yang menjawab,“Gara-gara baybond presentase peluang kita ditaksir cewek makin anjlok!” Ingat, ini bukan cuma jeritan hati gue aja, tapi ini adalah jeritan hati kami para cowok yang terlambat ganteng. *dihajar rame-rame*

Tapi gue cukup tau diri untuk tidak melawan kekuatan orang ganteng secara sembrono. Ya, pernah suatu ketika, saat gue baru aja lulus SD dan sedang mendaftar ke sebuah SMP Negeri di kota tempat tinggal tercinta, Klaten, gue dan teman gue buru-buru ke tempat fotocopy-an untuk meng-copy ijazah SD buat keperluan pendaftaran. Kita berdua berangkat naik sepeda masing-masing mirip pasangan homo yang lagi pacaran. Sesampainya disana, gue langsung ngasih ijazah kami berdua kepada mbak penjaga tempat fotocopy-an itu. Lalu mbak penjaga itu menerima, dan sebelum sempat ijazah kami tersebut dimasukkan ke dalam mesin fotocopy, mbak penjaga tersebut dengan iseng dan jahatnya membaca ijazah kami berdua. Mungkin bagi temen gue itu bukan tindakan yang iseng dan jahat, mungkin biasa-biasa aja. Tapi bagi gue ini benar-benar menakutkan, kenapa? Kalian pasti tahu kan, pada bagian depan ijazah di bawah ada selembar kertas tebel kan, licin kertasnya kan, nempel gitu kan, ada gambar muka orang gitu kan, ya itu masalahnya FOTO SETENGAH BADAN GUE!  MUKA GUE!  Gue berusaha untuk mengalihkan mbak penjaga sebelum dia ngelihat foto kami berdua,”mbak tolong dong cepetan di fotocopy, keburu nih

“Tunggu bentar dik.” Sambil menuju ke mesin fotocopy mbak penjaga meng-iya-kan permintaan gue.

Huft, sedikit lega rasanya. Tapi emang dasar keberuntungan belum berpihak kepada orang jelek. Setelah selesai meng-copy, mbak penjaga tadi justru melanjutkan membaca ijazah-ijazah tersebut. Lalu sambil mengembalikan ijazah ke arah temen gue dia bilang,”adek yang ini ganteng deh.” Dan saat giliran ijazah gue yang dikembalikan dia bilang, “adek yang ini kok item ya?” Jeger! ( berasa seperti habis keselek tabung gas tiga kilo ). Baru pertama kali itu gue diperlakukan layaknya combro oleh orang yang belum gue kenal. Masih mending kalau mbak penjaga tersebut adalah Dian Sastro kw super, lah ini malah mirip mpok nori yang kebanyakan ngemil sabun colek. Dan gue diperlakukan seperti itu di wilayah jual beli yang seharusnya menganut prinsip ‘Pembeli adalah Raja.’ Tapi apa? Yang ada disini malah ‘Pembeli jelek adalah Combro.’

Gue sebenarnya cukup sebal dengan perkataan mbak penjaga itu tapi seperti yang gue bilang tadi, gue cukup tau diri untuk tidak melawan kekuatan orang ganteng. Sebab sekarang gue telah berhadapan dengan kekuatan itu. Penilaian subyektif antara muka Dude Herlino dengan muka Dude Herlino yang habis ikut tawuran inilah yang gue maksud. Kekuatan yang berasal dari publik. Opini yang bersifat positif serta bejibun pujian dari publik yang hanya bisa didapatkan orang ganteng bukan orang yang kurang ganteng. Disitulah gue merasa kalah telak.

Tapi apakah orang yang terlambat ganteng gak punya kelebihan? ( bukan kelebihan upil, ingus, atau belek dimuka, yang gue maksud kira-kira ya seperti kemampuan gitu lah). Kelebihan yang mungkin aja sebanding dengan yang dimiliki oleh orang ganteng. Gue rasa punya. Tuhan memberi kita kelebihan dan kekurangan. Dan Tuhan gak pernah meluputkan satu orangpun dalam pembagian kelebihan atau kekurangan itu. Jika kita emang lemah dalam hal fisik dan penampilan pasti ada hal lain yang menjadi kelebihan kita. Tapi tentu saja hal itu gak bisa kita raih hanya dalam waktu satu malam seperti membangun candi ( ya, candi Prambanan dibuat dalam semalam lho kakaak ). Sebab ada proses yang perlu dijalani untuk meraihnya, ada usaha yang harus disiapkan untuk menjalani proses itu, dan ada beberapa kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu-pintu yang menjadi penghubung antara proses dengan kesuksesan. Kalian butuh kunci-kunci itu. Dan gue punya lima. Jadi daripada kalian bingung kenapa gue tiba-tiba jadi seperti motivator sinting gini, mending perhatikan dan coba pakai kunci-kunci ini deh ke dalam usaha kalian, enjoy . .

Rabu, 04 Januari 2012

Secuil Renungan di Dua Tetes Air Hujan


Keliatannya gak jadi. Ujan sih,” pesan singkat yang gue kirim untuk dia yang menunggu gue agar segera datang kerumahnya. Gue tunggu balasan dari dia beberapa saat, gak dibales. Beberapa menit gak juga dibales. Dan makin lama gue gak tahan dengan apa yang gue tunggu akhirnya gue sms dia lagi, “Uh, gak ujan. Gue kesana ya!” Lalu gak perlu menunggu lama sebuah pesan meluncur ke henpon gue dengan kecepatan membalikan tangan,”Oke, jam berapa?” Ya, itu pesan balasan dari dia.
Setelah beberapa lama bernegosiasi (sebenernya gak penting juga untuk masuk sebagai kategori kegiatan bernegosiasi ) tentang kapan gue meluncur kesana, akhirnya dia setuju bahwa gue datang kerumahnya setelah menuruti rengekan perut gue yang udah daritadi jerit-jerit minta dikasih makan detergen. Gue bergegas makan, setelah itu gue beranjak menuju kamar mandi untuk berbenah diri. Cuci muka, sikat gigi, dan . . . udah itu aja. Ya begitulah langkah simple gue untuk mengurangi kadar kejelekan dalam waktu lima menit.
Tiii Tit! Henpon gue berbunyi. Gue ambil henpon tersebut dan lagi-lagi ada pesan singkat dari dia. Dia bertanya apakah gue udah berangkat atau belum? Nampaknya dia lagi rindu gak ketulungan sama gue deh.  #pedeitupenting!
Tanpa gue balas sms itu gue segera berangkat menuju rumahnya. Gue kebut kayuhan sepeda gue dengan harapan akan lebih cepat sampai menuju rumahnya. Kadang gue berfikir alangkah cihuy-nya jika saja gue pergi kemana-mana mengendarai sepeda motor atau bahkan mobil, waktu mungkin gak akan jadi masalah untuk kota Klaten yang jarang-jarang macet seperti kota Jakarta. Tapi gue harus kembali sadar bahwa gue memiliki kemampuan yang buruk dalam mengendarai kendaraan-kendaraan tersebut dan gue juga harus ingat bahwa orang tua gue belum mampu membelikan salah satu benda itu.
Gue memandangi langit untuk membuang jauh-jauh keinginan itu. Setelah gue yakin semuanya sudah terbuang ke langit, tiba-tiba mendung datang dengan jumawa dan sesekali langit membentak gue dengan cipratan listrik yang mahadasyat kuatnya. Gue mengernyitkan mata. Ada rasa sedikit kecewa dalam benak gue. Bukan karena gue  telah membuang semua angan gue tadi hingga membuat langit marah, tapi karena tiba-tiba dengan sangat terencana bertambahlah aktivitas langit yang cukup menyebalkan . . . hujan. Sial, baju polo shirt buluk gue, celana jeans kedodoran gue, sandal crocks kotor gue, dan sepeda gue, basah semua. Gue bakal datang kerumah dia dengan penampilan compang-camping nih. Yaampun.
Gue makin mempercepat kayuhan sepeda. Dengan nafas yang tersengal-sengal pikiran gue secara ajaib membaur bersama tetes-tetes hujan yang melesat ke bumi. Gue tahu hujan kali ini gak akan berlangsung lama ,tapi karena hujan inilah kenangan yang sudah lama gue bius akhirnya bangun dan memberontak batin gue. Kayuhan gue tiba-tiba melambat. Gue melamun dan membiarkan kenangan-kenangan itu bermain di kepala gue.
Tetesan air hujan pertama. Dengan efek fade-in ( seperti pada film ) munculah kenangan gue tiga tahun yang lalu. Ketika itu gue sedang mengirim pesan pada ‘dia yang lain’ tentang keadaan gue yang basah kuyup karena hujan,”Sha. Sial, aku kehujanan nih. Mana kejebak di masjid.
Lalu dengan cepat gue mendapat balasan dari dia,”Ih, hujan? Asik, aku pengen hujan-hujan!” Gue sangka dia bakal khawatir dengan keadaan gue, tapi ternyata dia justru pengen hujan-hujan. Ah agak jleb di hati sih sebenarnya. Tapi karena gue lebih memilih untuk mengendalikan ego yang ingin sedikit mendapat perhatiannya dan memilih untuk lebih memperhatikan keadaannya, sambil mengusap muka yang basah gue membalas pesan dia,”Jangan. Nanti kamu sakit lagi.
Tapi mungkin karena gue kurang ahli dalam memberi pengertian kepada seseorang, alhasil dia tetap berniat hujan-hujanan. Dia berkata bahwa hujan itu menyenangkan. Gue gak ngerti bagian mana yang membuat hujan terasa menyenangkan. Menurut gue kalo kena hujan ya rasanya basah. Mungkin gue orang yang gak sensitif terhadap hal-hal puitis seperti itu. Hujan masih deras, gue mencoba untuk sedikit nekat melawan gerombolan tetesan air itu. Mungkin ini kesempatan gue untuk mendapatkan jawaban dari rasa penasaran pada hujan yang menyenangkan.
Akhirnya setelah sampai di tempat tujuan gue mendapat satu jawaban yang cukup spesial dari hujan : gue basah!
Beberapa bulan berlalu setelah rasa penasaran pada hujan itu gue pendam dalam-dalam. Turun hujan lagi. Kali ini bukan di kota Kelahiran gue, bukan juga di Negara tempat tinggal gue, tapi hujan kali ini sedang deras di dalam hati gue. Hubungan yang semula seperti mangga matang yang gak dipetik-petik dari pohonnya, akhirnya terpetik juga. Tapi lagi-lagi harapan gue meleset. Hubungan yang udah lama ngegantung itu telah gue petik sendiri dengan hati yang remuk redam, bukan dipetik oleh ‘dia yang lain’ dengan rasa cinta yang sebanding.
Gue merenung di samping ember kamar mandi. Bagaimana bisa gue sebodoh itu mengira bahwa ‘dia yang lain’ juga memiliki perasaan yang sama terhadap gue hanya karena dia pernah sesekali mengungkapkan rasa sayangnya lewat pesan singkat? Bisa saja dia adalah cewek PHP ( pemberi harapan palsu ), kenapa gue baru menyadarinya? Ah, mungkin inilah cinta. Terkadang cinta bisa saja menjelma menjadi kotoran yang gak cukup dengan kain lap untuk membersihkannya. Kadang kita memang butuh hujan yang deras untuk membersihkannya dari hati kita.

Jumat, 16 Desember 2011

CINTA APA DADA NYA?


Yah, akhirnya horny juga untuk nulis sesuatu kawan! Okeh, pada tulisan kali ini gue mencoba untuk mengulik tentang problem yang gak habis-habisnya direcokin kebanyakan orang, terutama remaja. Iya, ini tentang cara seseorang menilai orang lain dari fisiknya (saja).
Sebelumnya gue mau sedikit cerita, gue nulis postingan ini sambil terngiang-ngiang oleh film yang pernah gue lihat. Film tersebut berjudul SuckSeed yang asalnya dari negeri Thailand, ya Thailand. Memang, saat tahu film itu dari Thailand gue langsung mencium bau-bau suram, tapi bau suram itu langsung buyar setelah adek gue eek di hadapan gue dengan posisi yang gak wajar ( oke, yang ini bohong ). Bau suram itu buyar saat gue tahu film itu super kocak dan (ehem) romantis. Apalagi pemeran ceweknya unyu naudzubillah men. Oke, gue yakin banyak dari kalian yang udah tau dan nonton film tersebut, tapi untuk yang belum nonton tuh film gue saranin untuk segera nonton di bioskop terdekat.
Balik lagi ke awal ( sebelum kebablasan yang iklan  filmnya ). Tulisan ini masih dalam bentuk format tanya jawab, dan kali ini ada adek abege yang lagi jatuh cinta mencoba untuk berkonsultasi. Jadi langsung simak aja, enjoy . . .

Minggu, 23 Oktober 2011

Ini gaya galau ku. Gimana gayamu?

Di post sebelumnya gue mungkin banyak meracau tentang galau dan membuat banyak teman salah paham dengan galau yang gue maksud. Di post tersebut sebenarnya gue berusaha untuk mengungkapkan bagaimana parahnya galau karena cinta, dan akibat-akibat dari hal tersebut. Bukan tentang galau karena komputer rusak, kunci motor hilang, atau jerawat yang semakin liar.

Bukan.

Rabu, 19 Oktober 2011

Ending Doraemon?



Kemarin saat lagi asik online, gue mendapat sesuatu yang seuatu banget sebagai sesuatu yang sesuatu banget bagi banyak orang ( kalian bingung? sama ). Ceritanya saat gue buka beranda, tiba-tiba  disana gue mendapati catatan yang berasal dari akun temen gue. Tentu saja gue langsung tertarik, sebab dari judulnya udah bikin penasaran men. Kalian tau apa judulnya? Ya judul dari catatan tersebut adalah “EPISODE TERAKHIR DORAEMON.” Wow aku terkejut! ( biasa aja deh ).
Siapa sih yang gak kenal Doraemon? Kucing bunder yang berkantong, dan memiliki suara yang khas. Mirip suara nenek-nenek nelen sepatu.
Di Indonesia animenya sudah tayang kira-kira 10 tahunan, dan sudah menerbitkan kira-kira 40 jilid komik.
Dan karena kejeniusan dari penggarapan plot oleh kreatornya, Fujiko Fujio, gag manga yang satu ini tak pernah kehabisan ide untuk setiap ceritanya. Dan berhasil menggait jutaan penggemar di seluruh dunia.
Tapi, sebagai penggemar apakah kita pernah berangan-angan bagaimana ending dari Doraemon?
Memang, komik Doraemon memilki cerita yang menggantung. Bukan tanpa alasan, mengingat sang kreator jenius ini wafat sebelum berhasil menamatkan Doraemon. Namun ternyata, belakangan ini, terdengar desas - desus, bahwa sebelum meninggal, Fujiko menyisipkan sebuah cerita tambahan, yang notabene merupakan episode pamungkas Doraemon.
Episode terakhir ini sangat terkenal dan sudah tersebar luas di email sejak tahun 90-an. Walaupun versi Inggrisnya yang dikenal luas lebih singkat dari aslinya yang berbahasa Jepang, inti ceritanya yang terkandung, tetap bisa kita tangkap.
Oke, daripada banyak cincong mending kita lihat manganya, nah :

Jumat, 07 Oktober 2011

GALAU KARNA CINTA DAN KEAKRABAN KITA PADA ALLOH SWT

Sebelumnya apa sih galau itu kak?
Kata kakak-kakak gahoel, galau adalah situasi dimana pikiran kita sedang kacau tidak karuan. Segala perasaan negatif jadi bercampur aduk. Mulai dari benci, cemburu, sedih, sampai panik.

Siapa saja orang yang mengalami galau?
Semua orang bisa mengalami galau. Anak-anak, tukang jahit, preman, bahkan nenek-nenek pun bisa mengalami galau. Tapi karena galau sekarang menjadi trend, maka kebanyakaan remaja-remaja labillah yang sering mengalami galau.

Kok bisa ya, emang penyebabnya apa sih kak?
Banyak sih. Tapi karena kebanyakan anak labil yang galau, masalah cinta yang mendominasi penyebab kegalauan.

Bener juga, di jejaring sosial facebook atau twitter gitu lagi ramainya galau-galauan. Sampe ada yang bilang ‘ga galau ga gaul.’ Emang bener ya kak, kalo gak galau itu gak gaul?

Ya gak lah. Bagian mananya yang bikin gaul? Yang ada waktu kita galau justru perasaan kita makin labil. Biasanya saat galau kita langsung update status di facebook yang isinya gak banget. Contoh :
Ada seorang gadis sedang galau karena telah diputusin cowoknya, gadis itu nangis dan lari menuju kamar. Dia bingung mau curhat dengan siapa. Semua temen sudah pada tidur. Lalu dia teringat akan sesuatu, facebook! Tepat sekali. Dia mengetik, terus saja mengetik sambil mengusap air matanya. Lalu akhirnya dia lega setelah tulisan ini tampil di facebook :
“hemmzz npa cih amu ninggalind aquh. Tenyta amu jahad. Humb galau dech.”
Nah bagian mananya yang gaul? Gak ada kan? Malah berasa aneh.
Makannya, ingat dan resapi quote ini : "Galau karna cinta gak pernah bikin kita gaul, justru membuat kita terkesan alay dan jauh dari Alloh."
Nah. . .